Minggu, 13 November 2016

Jurnal Predator

     Pertama kali saya mendengar istilah Jurnal Predator yang terlintas di fikiran saya ini adalah semacam karnivora yang memangsa makluk lainnya. Kemudian setelah menulusur ternyata pemikiran saya tidak terlalu meleset, Ya, Jurnal Predator ini memang semacam pemangsa namun mangsanya adalah para ilmuan putus asa, kenapa saya mengatakan ilmuan putus asa, karena para ilmuan yang menggunakan jasa Jurnal Predator ini adalah ilmuan yang sudah mencoba mengirimkan karya ilmiah mereka ke jurnal-jurnal internasional yang kredibel namun tidak berhasil lolos oleh reviewer sehingga mengambil jalan pintas dengan menggunakan jasa  Jurnal Predator dan membayar lebih mahal agar makalahnya bisa diterbitkan. Kebanyakan ilmuan putus asa tersebut adalah ilmuan dari negara-negara berkembang. Isu jurnal predator (predatory journal), juga merupakan keprihatinan atas fenomena penyalahgunaan inisitatif open access journal (OAJ). Fenomena jurnal predator pertama kali dikemukan oleh Jeffrey Beall seorang pustakawan dari University of Colorado. Jeffrey Beall melakukan penelitian tentang jurnal-jurnal predator yang dikembangkan secara open-access (OA) dan menemukan bahwa hampir 98% jurnal di internet adalah jurnal predator. Berikut adalah adalah daftar dari Jefferey Beall atas jumlah jurnal preadator dari tahun 2011-2015.

         Hasil penelitian Beall juga memperlihatkan bahwa hampir semua jurnal predator yang beroperasi saat ini dikendalikan dari India, Pakistan, serta Negara-negara di Afrika meskipun di situsnya sering tertulis alamat surat Amerika, Kanada atau Eropa untuk mengelabui para calon konsumen. Contoh yang paling jelas adalah makalah hasil copy-paste di bidang pertanian yang mengatasnamakan penyanyi Inul Daratista dan Agnes Monica sebagai penulis makalah disebuah Jurnal Predator yang berpusat di Afrika tahun lalu. Jeffrey Beall sempat membahas ini di blognya, kejadian ini sangat memalukan bagi jurnal tersebut karena jelas bahwa makalah tidak diperiksa oleh reviewer sebelum diterbitkan. Sejatinya sebuah makalah ilmiah untuk bisa diterbitkan di jurnal internasional yang kredibel harus melewati beberapa tahap diantaranya proses peer review dan proses penilaian oleh International BoardUntuk masuk tahap peer review saja seseorang yang ingin makalahnya dipublikasikan harus membayar USD 500-1800. Sebuah penerbit yang juga ada dalam daftar hitam Beall adalah Omics Group yang dipimpin Srinubabu Gedela: memiliki 250 jurnal dan memungut bayaran sampai 2.700 dollar AS per makalah! Gedela mengaku seorang doktor dari sebuah universitas di India dan pakar bioteknologi. Tidak hanya itu saja Jurnal Predator juga mengenakan biaya kepada ilmuan untuk menarik kembali makalahnya.
        Maraknya jurnal ilmiah predator, merupakan akibat tingkat kebutuhan yang tinggi dari pada ilmuwan dan akademisi dari negara-negara berkembang yang membutuhkan publikasi hasil riset mereka di jurnal-jurnal internasional. Di Indonesia sendiri misalnya, akhir Januari 2012 Dirjen Dikti Kemdikbud mewajibkan para kandidat doktor sejak Agustus 2012 mengirimkan karya ilmiah ke jurnal internasional. Tuntutan untuk publikasi ke jurnal nasional terakreditasi ataupun jurnal internasional ini tak jarang juga berkaitan dengan syarat kenaikan pangkat dan sertifikasi dosen serta dana hibah riset yang jumlahnya cukup besar. 
       
DAFTAR PUSTAKA 
Priyanto, Ida Fajar. 2016. Kebutuhan dan Perilaku Informasi. Materi Kuliah Isu-isu Kontemporer Informasi. Yogyakarta
Jeffrey Beall, Scholarly Open Access - Critical analysis of scholarly open-access publishing.

Selasa, 01 November 2016

FORGETTING INFORMATION, Apakah Lupa itu wajar?

Jadi sebelum saya mulai menulis artikel kali ini, saya ingin mencoba membawa anda pada situasi seperti dibawah ini.
  1. Pernah kah anda merasa mengingat sesuatu tapi sulit mengucapkannya?
  2. Pernah anda mengalami kejadian yang anda rasa pernah terjadi sebelumnya? (de javu?)
  3. Atau pernahkah anda lupa dimana meletakkan kunci motor? Lupa menyimpan file penting? Lupa dengan hari-hari penting? melupakan banyak hal sehingga membuat anda kewalahan? Khusus point ke tiga ini, inilah kelemahan terbesar saya.
Forgetting atau Lupa, katanya manusia itu tempatnya salah dan khilaf (lupa) tapi jika lupa terus-terusan apakah itu wajar?
Baik mari kita memulai dengan Epistemologi Ingatan,
Upaya kita mengingat, menjaga ingatan dan berjuang melawan lupa adalah sebuah proses epistemologis. Bahkan dalam hal yang sangat sederhana, mengingat adalah awal dari proses mengetahui. Ingatan kita adalah pengetahuan kita. Ingatan sebagai pengetahuan adalah proses memuntahkan ke permukaan semua realitas yang telah terjadi yang terkubur dalam file-file memori kita. Lalu bagaimana jika kita melupakan ingatan tersebut ? atau yang dalam istilah psikologi biasa disebut forgetting information.
Forgetting adalah proses hilangnya informasi yang ada dalam memori kita. Forgetting sendiri dibedakan menjadi beberapa jenis

  1. Teori Motivated Forgetting
    Dalam teori ini kita memang sengaja melupakan sesuatu. Itu terjadi karena kejadian tersebut memang tidak menyenangkan bagi kita.
Contohnya: orang-orang yang mengalami trauma akan suatu kejadian maka ia akan berusaha kerasa untuk dengan sengaja tidak mengingat kejadian itu. Atau misalnya ada mantan pacar kalian yang tidak menyenangkan kisah saat bersamanya maka kalian akan berusaha keras melupakan kenangan tersebut. Ups jangan baper dulu tulisannya masih panjang nih.

      2.  Teori Decay
       Dalam teori ini memori disimpan dalam bentuk jejak-jejak ingatan. Dan memori tersebut akan aus jika tidak pernah diulang.
Contohnya: teman SD anda dulu yang sudah tidak pernah bertemu sama sekali, dan ketika dewasa anda bertemu kembali tentu saja dengan wajah yang sudah berbeda, tapi anda yakin wajah teman anda itu masih menyisakan garis-garis wajah yang pernah anda kenali dahulu, namun anda tidak mampu mengingat namanya kembali karena anda sudah tidak pernah memanggil namanya lagi sejak puluhan tahun lalu. Merasa tua ya sekarang? Maaf.
      3.  Teori Interferensi
     Dalam teori ini, informasi yang baru ataupun lama akan mempengaruhi informasi yang sudah lebih dulu ada di dalam memori kita.
Interferensi ini dibagi lagi menjadi dua macam:
  • Interferensi retro-aktif, yaitu informasi yang baru menggangu proses mengingat informasi yang telah disimpan di dalam memori
  • Interferensi pro-aktif informasi yang telah disimpan dalam memori menganggu proses mengingat informasi yang baru saja disimpan.
Contohnya: Ketika anda mencoba menghapal bahan kuliah satu semester dalam semalam karena besok ada ujian, maka jika satu topic berhasil anda ingat lalu anda berusaha menambah hapalan dengan topic yang lain maka topic yang telah anda hapal tadi bisa jadi akan terganggu, dan ketika anda mencoba memanggil kembali topic pertama anda bisa saja lupa.


4.  Teori Retrieval Failure
     Dalam teori ini informasi tidak bisa dimunculkan kembali karena petunjuk yang diberikan kurang memadai.

Selain itu Forgetting juga dipengaruhi oleh factor fisiologis.
1.  Alzheimer;
Menurunnya fungsi sinaps neuron di CNS karena ausnya hormone interkoneksitas
2.  Amnesia
  Gangguanng pada engram (perubahan fisik di otak karena proses penyimpanan informasi)
    Amnesia dibagi menjadi 2 jenis:
  •  Amnesia retrograde: lupa informasi yang lalu
  •  Amnesia anterograd: lupa informasi yang baru 
3. Korsako off Syndrome
   Yaitu penurunan  ingatan (amnesia) dalam Long Term
   Memory pada penderita alkoholik

Pada bagian awal saya menyinggung soal de javu? Lalu bagaimana dengan dejavu? Sebenarnya dejavu juga merupakan proses otak kita dalam mengingat suatu kejadian yang pernah terjadi dan proses memanggi kembali informasi yang tersimpan di dalam memori berupa informasi tempat, situasi, atau kejadian yang sebenarnya memiliki “kesan” atau “sensasi” yang sama dengan yang pernah kita alami dulu. Oleh sebab itu orang yang mengalami dejavu pasti mengatakan “ kok kayaknya aku pernah mengalami ini ya”. Ada kata-kata “kayaknya” hal ini menandakan orang tersebut tidak benar yakin seratus persen akan ingatannya tentang kejadian tersebut dia hanya merasakan “sensasi” yang sama akan kejadian yang sedang terjadi saat ini dengan kejadian yang sudah pernah terjadi dahulu.
Jadi sebenarnya ada beberapa tips untuk kita terhindar dari Forgetting yaitu

  1. ingatlah untuk selalu mengingat agar kita tetap ingat
  2. ada pepatah yang mengatakan bahwa seburuk-buruknya tulisan adalah sebaik-baiknya ingatan; jadi tulislah apapun yang ingin anda ingat
  3. Manage informasi anda dengan lebih baik.
Jadi sebenarnya lupa atau forgetting itu wajar-wajar saja kok, karena lupa merupakan proses memori memanggil kembali informasi yang tersedia. Hanya saja dalam hasil akhirnya ada yang berhasil, setengah berhasil, atau tidak berhasil sama sekali dalam memanggil kembali informasi yang tersedia dalam memori. Tapi kalau keseringan lupa mungkin ada yang salah dengan memori kita.

Daftar Pustaka
Anderson, J. R. (1995). Learning and Memory: An integrated approach, 4th Edition. John Wiley & Sons, Inc. New York: NY

Priyanto, Ida Fajar. 2016. Memory, cognition, and Disruptive Technology. Materi Kuliah Isu-isu Kontemporer Informasi. Yogyakarta

Pudjono, Marnio (2006). TEORITEORI KELUPAAN. Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Senin, 26 September 2016

DIGITAL DARWINISM



     Chales Darwin, Siapapun yang pernah sekolah pasti mengenal namanya. Jika kalian menjawab Charles Darwin adalah pencetus teori evolusi manusia, berarti buku paket kita sama. 
        Benar Charles Darwin adalah pencetus teori evolusi manusia  yang menyatakan bahwa manusia dulu asalnya dari kera dan meski  dibantah banyak ilmuan pada masa itu tapi tetap saja teorinya muncul di buku-buku Biologi kita sehingga menjadikan namanya sangat familiar bagi anak-anak sekolah. 
           Tapi bukan itu yang ingin saya bahas, yang ingin saya bahas pada artikel kali ini adalah munculnya istilah Digital Darwinism. Digital Darwinsm, saya mendengar istilah ini pertama kali pada kuliah Isu-Isu Kontemporer,  menarik sekali menurut saya.  Meski dikatakan Digital Darwinsm namun bukanlah Charles Darwin pencetus langsung istilah ini, adalah Brian Solis seorang digital analisis, antropolog, dan futuris yang mempelajari  efek teknologi baru pada bisnis dan masyarakat. Seperti Dalam teori evolusi klasik, Charles Darwin telah mengungkapkan bahwa kemampuan adaptasi adalah lebih penting daripada kekuatan atau kecerdasan. Adaptasi, kata inilah yang menginspirasi seorang Brian Solis pada tahun 2006 menulis artikel dengan judul  Digital Darwinism: The End of Business as Usual
Dalam tulisan tersebut Digital Darwinism didefinisikan sebagai fenomena ketika teknologi dan (perilaku) masyarakat berkembang lebih cepat daripada kemampuan (perusahaan/organisasi) untuk beradaptasi. Meski isitilah Digital Darwinsm diperuntukkan untuk perkembangan dunia bisnis, namun tidak bisa dipungkiri bahwa perkembangan dunia bisnis sangat bergantung pada perkembangan dunia teknologi. Fenoma punahnya business as usual merupakan salah satu efek destructive technology berkat berkembang pesatnya teknologi.
        Faktanya digitalisasi telah menyebabkan perubahan perilaku konsumen yang paling terasa dalam beberapa tahun terakhir ini. Misalnya saja kematian toko buku legendaris Borders, berhenti terbitnya edisi cetak beberapa majalah dan koran ternama, Serta menurunnya profit yang dihasilkan toko Blockbuster Movie yang diikuti penutupan gerai-gerai tokonya, di Indonesia sendiri ada ET45, telepon wartel, travel agent konvensional, rental computer, adalah beberapa contoh bisnis yang sudah menunjukkan kemunduran karena tidak dapat beradaptasi dengan perkembangan teknologi, adapatasi digitalisasi inilah yang ditangkap oleh seorang Brian Solis dan mengaitkannya dengan teori Charles Darwin tentang kemampuan beradaptasi sehingga muncullah istilah Digital Darwinism.

Berikut ini digambarkan evolusi teknologi dari masa ke masa.

The Evolution of Technology & Its Impact on the Development of Social Businesses 
(sumber: Todd Wilms, SAP, www.forbes.com, 2010)

     Pada gambar di atas dalam  60an digambarkan bahwa teknologi telah menimbulkan rasa ingin tahu yang besar tetapi belum memberikan pengaruh signifikan pada perilaku konsumen. Pilihan konsumen masih dibatasi oleh jangkauan geografis.
Selanjutnya pada era 70an teknologi berkembang pesat pada dunia pendidikan, tetapi lagi-lagi belum memberikan pengaruh signifikan pada perilaku konsumen. Perusahaan masih mengutamakan pada margin dan profit dibandingkan dengan memenuhi kebutuhan atau memberikan kepuasan pada konsumennya.
     Pengaruh awal teknologi pada perilaku konsumen dimulai pada era 80an dimana komputerisasi mulai merambah rumah tangga dengan munculnya produk Personal Computer. Era ini juga ditandai dengan munculnya generasi awal jaringan komputer yang menghubungkan komputer secara terbatas. Pada era ini pula pilihan konsumen sudah mulai terbuka sehingga kepuasan konsumen sudah mulai mendapat perhatian.
      Pertumbuhan kualitas dan jangkauan jaringan komputer ini semakin tidak terbendung di era 90an dengan perkembangan internet yang menghubungkan komputer dan jaringan komputer secara luas tanpa batas. Informasi semakin transparan dan mudah diperoleh melalui situs-situs perusahaan, meskipun situs tersebut dikembangkan masih dengan maksud memberikan informasi tanpa memberikan ruang cukup bagi konsumen berinteraksi dengan perusahaan.
     Pada awal abad 20, dengan berkembangnya teknologi mobile communication, perilaku konsumen yang difasilitasi teknologi semakin mendorong perusahaan untuk berubah dan menyesuaikan diri. Teknologi merambah segala sisi kehidupan namun belum terintegrasi secara baik, sehingga yang dihadapi eforia perkembangan teknologi yang dianalogikan sebagai ledakan tak terkendali.
Pada penguhujung dekade pertama abad 20 perkembangan teknologi semakin terintegrasi penuh dengan kehidupan sehari-hari manusia. Konsumen memiliki akses penuh pada pilihan produk dan layanan untuk memenuhi kebutuhannya. Perusahaan pun telah menggeser fokus perhatiannya pada upaya mengenali kebutuhan dan cara men-deliver produk/layanannya untuk memenuhi kebutuhan konsumennya tersebut.

     At the end of the day, seperti kata Charles Darwin, kemampuan beradaptasi lebih penting dari kekuatan dan kecerdasan, "Adapt or Die"

REFERENSI

Solis,Brian 2006. "Digital Darwinism: The End of Business As Usual". (http://www.briansolis.com/?s=digital+darwinism&post_type=post&search_button=Search)  
Solis, Brian. 2006. The End of Business As Usual: Rewire the Way You Work to Succeed in the Consumer Revolution”. (Online) 
Solis, Brian. 2010. "Digital Darwinism: How Disruptive Technology Is Changing Business for Good" (https://www.wired.com/insights/2014/04/digital-darwinism-disruptive-technology-changing-business-good/) 


Rabu, 14 September 2016

TEKNOLOGI RFID SEBAGAI IMPLEMENTASI IOT DI PERPUSTAKAAN

Dunia saat ini sedang memulai era Internet of Thing, dimana semua benda dimuka bumi ini memiliki ID khusus yang membuatnya dapat dikendalikan melalui internet dari mana saja dan kapan saja. Fenomena IOT  telah memunculkan banyak tenologi baru yang memungkinkan penerapannya disegala bidang kehidupan, termasuk perpustakaan.
Salah satu teknologi implementasi dari IOT yang kini sedang dikembangkan dan mulai digunakan di perpustakaan adalah teknologi RFID. Radio Frequency Identification (RFID) adalah teknologi identifikasi otomatis dengan menggunakan gelombang elektromagnetik untuk transmisi dan menerima informasi yang tersimpan dalam tag atau transponder atas permintaan RFIDreader (Jin Li and Cheng Tau, 2006) (Amin R, L Yang, Manoz T, 2009). Suatu sistem berbasis teknologi RFID memiliki beberapa keuntungan dibanding dengan identifikasi konvensional seperti rentang membaca lebih tinggi, lebih cepat transfer data, kemampuan RFID tag yang dapat ditanam kedalam suatu objek atau benda, dan juga kemampuan untuk membaca tagdalam jumlah yang besar secara bersamaan. (W-K. J, S. S Peng dan W-H Huang 2008)
Suatu sistem RFID secara utuh terdiri atas 3 komponen:
Ø Tag RFID, dapat berupa stiker, kertas atau plastik dengan beragam ukuran. Didalam setiap tag ini terdapat chip yang mampu menyimpan sejumlah informasi tertentu.
Ø Terminal Reader RFID, terdiri atas RFID-reader dan antenna yang akan mempengaruhi jarak optimal identifikasi. Terminal RFID akan membaca atau mengubah informasi yang tersimpan didalam tag melalui frekuensi radio. Terminal RFID terhubung langsung dengan sistem Host Komputer.
Ø Host Komputer, sistem komputer yang mengatur alur informasi dari item-item yang terdeteksi dalam lingkup sistem RFID dan mengatur komunikasi antara tag dan reader. Host bisa berupa komputer stand-alone maupun terhubung ke jaringan LAN / Internet untuk komunikasi dengan server.

     Selain berfungsi sebagai tag identifikasi, tag RFID juga memiliki berbagai fitur sekuritas bawaan (built-in) sehingga dapat dikembangkan sebagai pondasi infrastruktur pengendalian. Layanan self-service diwujudkan dengan sebuah perangkat Smart Self-Service Kiosk. Perangkat ini merupakan perpaduan dari: komputer, smartcard reader, terminal RFID, dan Self-Check-In Box. Dengan kartu anggota berbasis smartcard, keabsahan status anggota dapat diverifikasi dengan memasukkan kartu anggota ke smartcard-reader dan memasukkan PIN. Verifikasi dapat diperkuat dengan menggunakan sidik jari. Seluruh koleksi yang akan dipinjam akan diidentifikasi, tag di setiap koleksi akan diperbaharui dengan informasi peminjam, sehingga koleksi dapat melewati gerbang deteksi tanpa memicu alarm pencurian. Untuk mengembalikan koleksi tidak perlu menggunakan layanan loket, cukup memasukkan seluruh koleksi ke Self-Check In Box. Boks khusus ini akan otomatis mendeteksi koleksi dan identitas peminjam, serta memperbaharui database perpustakaan.

                               Image result for CARA KERJA SISTEM RFID
                                                              Cara Kerja Sistem RFID
                                                       Sumber:http://ciptaalphateknologi.com/ 

                                       

Namun, tentu saja setiap kemunculan teknologi baru menimbulkan kecemasan klasik di kalangan pustakawan sebagai tenaga konfensional sebuah perpustakaan, yaitu "Kalau sudah begini apa lagi fungsi pustakawan?"  


REFERENSI
Berliana, Topan, 2005 Perpustakaan Masa depan dengan teknologi RFID Gamatechno.www.irfnet.org/files-upload/pdf-files/company_profile_gamatech
Maryono, Dasar-dasar Radio Fequensi Identification (RFID) Teknologi yang Berpengaruh di Perpustakaan. Media Informasi vol XIV no.20 Tahun 2005
Supriyono, 2009 Penerapan RFID di bidang Perpustakaan, UGM, Yogyakarta

TEKNOLOGI RFID SEBAGAI IMPLEMENTASI IOT DI PERPUSTAKAAN

Dunia saat ini sedang memulai era Internet of Thing, dimana semua benda dimuka bumi ini memiliki ID khusus yang membuatnya dapat dikendalikan melalui internet dari mana saja dan kapan saja. Fenomena IOT  telah memunculkan banyak tenologi baru yang memungkinkan penerapannya disegala bidang kehidupan, termasuk perpustakaan.
Salah satu teknologi implementasi dari IOT yang kini sedang dikembangkan dan mulai digunakan di perpustakaan adalah teknologi RFID. Radio Frequency Identification (RFID) adalah teknologi identifikasi otomatis dengan menggunakan gelombang elektromagnetik untuk transmisi dan menerima informasi yang tersimpan dalam tag atau transponder atas permintaan RFIDreader (Jin Li and Cheng Tau, 2006) (Amin R, L Yang, Manoz T, 2009). Suatu sistem berbasis teknologi RFID memiliki beberapa keuntungan dibanding dengan identifikasi konvensional seperti rentang membaca lebih tinggi, lebih cepat transfer data, kemampuan RFID tag yang dapat ditanam kedalam suatu objek atau benda, dan juga kemampuan untuk membaca tagdalam jumlah yang besar secara bersamaan. (W-K. J, S. S Peng dan W-H Huang 2008)
Suatu sistem RFID secara utuh terdiri atas 3 komponen:
Ø Tag RFID, dapat berupa stiker, kertas atau plastik dengan beragam ukuran. Didalam setiap tag ini terdapat chip yang mampu menyimpan sejumlah informasi tertentu.
Ø Terminal Reader RFID, terdiri atas RFID-reader dan antenna yang akan mempengaruhi jarak optimal identifikasi. Terminal RFID akan membaca atau mengubah informasi yang tersimpan didalam tag melalui frekuensi radio. Terminal RFID terhubung langsung dengan sistem Host Komputer.
Ø Host Komputer, sistem komputer yang mengatur alur informasi dari item-item yang terdeteksi dalam lingkup sistem RFID dan mengatur komunikasi antara tag dan reader. Host bisa berupa komputer stand-alone maupun terhubung ke jaringan LAN / Internet untuk komunikasi dengan server.

     Selain berfungsi sebagai tag identifikasi, tag RFID juga memiliki berbagai fitur sekuritas bawaan (built-in) sehingga dapat dikembangkan sebagai pondasi infrastruktur pengendalian. Layanan self-service diwujudkan dengan sebuah perangkat Smart Self-Service Kiosk. Perangkat ini merupakan perpaduan dari: komputer, smartcard reader, terminal RFID, dan Self-Check-In Box. Dengan kartu anggota berbasis smartcard, keabsahan status anggota dapat diverifikasi dengan memasukkan kartu anggota ke smartcard-reader dan memasukkan PIN. Verifikasi dapat diperkuat dengan menggunakan sidik jari. Seluruh koleksi yang akan dipinjam akan diidentifikasi, tag di setiap koleksi akan diperbaharui dengan informasi peminjam, sehingga koleksi dapat melewati gerbang deteksi tanpa memicu alarm pencurian. Untuk mengembalikan koleksi tidak perlu menggunakan layanan loket, cukup memasukkan seluruh koleksi ke Self-Check In Box. Boks khusus ini akan otomatis mendeteksi koleksi dan identitas peminjam, serta memperbaharui database perpustakaan.

                               Image result for CARA KERJA SISTEM RFID
                                                              Cara Kerja Sistem RFID
                                                       Sumber:http://ciptaalphateknologi.com/ 

                                       

Namun, tentu saja setiap kemunculan teknologi baru menimbulkan kecemasan klasik di kalangan pustakawan sebagai tenaga konfensional sebuah perpustakaan, yaitu "Kalau sudah begini apa lagi fungsi pustakawan?"  


REFERENSI
Berliana, Topan, 2005 Perpustakaan Masa depan dengan teknologi RFID Gamatechno.www.irfnet.org/files-upload/pdf-files/company_profile_gamatech
Maryono, Dasar-dasar Radio Fequensi Identification (RFID) Teknologi yang Berpengaruh di Perpustakaan. Media Informasi vol XIV no.20 Tahun 2005
Supriyono, 2009 Penerapan RFID di bidang Perpustakaan, UGM, Yogyakarta

Kamis, 08 September 2016

CYBORG bukan lagi fiksi

Cyborg, merupakan singkatan dari Cybernetic Organism (Organisme Sibernetik). Istilah ini diciptakan oleh Manfred Clynespada tahun 1960 guna menggambarkan kebutuhan manusia untuk meningkatkan fungsi biologis artifisial dalam bertahan hidup pada ruang lingkup dari lingkungan yang tak bersahabat.
Cyborg adalah hibrid dari mesin dan organime. Cyborg merupakan perpaduan antara mesin dan makhluk hidup, keduanya di hubungkan dengan kabel. Otak dari makhluk hidup di  pindahkan ke dalam tubuh robot dan dijaga agar tetap hidup dalam keadaan khusus. Otak ini selanjutnya dapat menerima sinyal dan pada gilirannya mengirimkan perintah untuk meggerakkan mesin (Williams dan Sawyer, 2007).
Dalam wikipedia.org, istilah cyborg digunakan untuk menyatakan campuran (sintetik) bagian-bagian organik dan mekanikal. Secara umum, tujuannya untuk menambah atau meningkatkan kemampuan dari organisme dengan memanfaatkan teknologi. Kini, setelah bertahun-tahun lamanya, istilah cyborg memperoleh arti yang lebih umum untuk menggambarkan ketergantungan manusia pada teknologi. Dalam pengertian ini, istilah cyborg dapat digunakan untuk mengkarakterisasi siapa saja yang bergantung pada perangkat teknologi, bahkan komputer untuk menyelesaikan pekerjaan sehari-hari sekalipun. Para ahli menegaskan Cyborg sebenarnya sudah ada di sekitar kita selama ini. "Cyborg adalah nenek Anda yang menggunakan alat bantu pendengaran, pinggul tiruan, dan siapa saja di sekitar Anda yang selalu menggunakan earset Bluetooth di telinganya," ujar Kosta Grammatis, seorang insinyur di proyek Eyeborg. Banyak ilmuwan melihat dunia modern telah dihuni Cyborg sejak lama, mereka yang mengenakan pakaian robot eksoskeleton, organ prostetik, alat pacu jantung, kaki palsu, dan bahkan sekadar kacamata.
 Namun, sebagian orang meyakini bahwa cyborg adalah sesuatu yang setengah manusia dan setengah mesin. Semisal Terminator, adalah sebuah robot yang tercakup dalam jaringan manusia. Terminator bukanlah cyborg sesungguhan, tetapi sekedar sebuah fiksi. Sampai saat ini, orang masih membedakan cyborg menjadi dua macam, yaitu cyborg fiksi dan cyborg non-fiksi. Apakah pada masa mendatang cyborg fiksi akan menjadi cyborg non-fiksi, tampaknya tanda-tanda itu semakin jelas hadir bersamaan dengan hadirnya kecanggihan teknologi. Dan mungkin pada suatu waktu di masa mendatang, cerita-cerita tentang penguasaan cyborg atas dunia ini sungguh akan menjadi kenyataan.

DAFTAR PUSTAKA

Priyanto, Ida Fajar. 2016. Culture, Knowledge and Social Informatics, Materi Kuliah Isu-isu Kontemporer Informasi. Yogyakarta: 

William dan Sawyer. 2007.Using Information Technologi.Yogyakarta:Andi


Sabtu, 27 Agustus 2016

Mengukur Kualitas Informasi

    Informasi yang berkualitas adalah informasi yang dapat mengurangi ketidakpastian. Selain itu informasi yang berkualitas biasanya akan menjawab segala pertanyaan. Informasi yang berkualitas juga harus menunjukkan bahwa informasi yang disajikan sesuai dengan harapan dan kebutuhan user berdasarkan dimensi kualitas informasi. Nah, apa dimensi kualitas?
     Dimensi kualitas bisa disebut sebagai syarat sebuah informasi dikatakan berkualitas dilihat dari beberapa sudut. Menurut James O’Brien dalam bukunya System Analysis and Design Method, ada 3 dimensi kualitas informasi yaitu dimensi waktu informasi (time dimension), dimensi konten informasi (content dimension), dan dimensi bentuk informasi (form dimension). Karakteristik dalam dimensi ini adalah pilihan analis sistem informasi. Tidak semua harus masuk tapi disesuaikan dengan kebutuhan.

Time Dimension (dimensi waktu informasi)
Informasi dikatakan berkualitas jika memenuhi syarat berikut:
  • Currency alias Up to date. Informasi yang disampaikan tepat waktu. Buat sistem informasi yang menyajikan informasi basi. Tidak bisa digunakan apalagi untuk mengambil keputusan. Informasi yang tersaji cepat akan memuaskan pengguna dan mendukung pengambilan keputusan. Akan lebih baik lagi jika real time ya.
  • Timeliness alias tersedia kapan saja user membutuhkan. Artinya informasi tersedia kapan pun user menginginkannya. Pagi, siang, sore, bahkan tengah malam. Mungkin yang saat ini lagi dikembangkan adalah aplikasi sistem informasi via handphone (mobile application).
  • Frequency yang berarti informasi tersedia dalam periode waktu tertentu. Agak mirip-mirip dengan kategori up to date.
Content Dimension (dimensi konten informasi)
  • Accuracy. Jelas bahwa informasi yang tersedia akurat, bebas dari kesalahan sehingga tidak menjerumuskan user dan berakibat salah dalam mengambil keputusan.
  • Relevance. Informasi yang tersedia sesuai dengan business core atau kebutuhan user. Jangan sampai informasi yang tersedia tidak dibutuhkan user. 
  • Conciseness. Dimaksudkan bahwa informasi yang disajikan diperlukan oleh user. Misal informasi prakiran cuaca, user membutuhkan suhu sekarang berapa, akan hujan atau tidak, berapa kecepatan angin, layak tidak untuk berlayar. Jangan diberi informasi kepadatan lalu lintas. 
Form Dimension (dimensi bentuk informasi)
  • Kalau bentuk informasi adalah cara bagaimana informasi tersebut sampai ke user. Media apa yang sebaiknya digunakan. Apakah sistem informasi stand alone atau yang online. Bisa diakses melalui apa, televisi, radio, komputer, layar lebar (seperti di jalan-jalan), atau melalui ponsel. Pilihan-pilihan ini dikembalikan lagi pada kebutuhan sistem berdasarkan hasil analisis permasalahan saat ini.